Sabtu, 17 Mei 2008

TELEPON GENGGAM

Setiap peserta telah menunjukkan penampilan terbaiknya malam ini. Sekarang tibalah waktu yang dinanti-nanti. Mereka berdiri bersebelahan dihujani sorot lampu dan ditemani kesunyian. Mereka menunggu. Berharap cemas sambil menduga-duga siapa di antara mereka yang tidak akan berdiri lagi di panggung itu. Mungkin sambil berdoa agar bukan dirinya yang harus pulang bercucuran air mata.

Inilah sekelumit gambaran kasar dari acara mencari idola yang masih marak di layar kaca. Dramatisasi adegan perjuangan calon idola yang pandai bernyanyi, menari, atau membuat orang tertawa. Melahirkan tokoh baru dengan iming-iming kesuksesan sebagai hadiah atas kemenangan. Pemenang yang ditentukan lewat pilihan masyarakat yang setia menonton dan menekan tombol telepon genggam.

Masyarakat terpana oleh kemilau lampu panggung yang dipancarkan. Seruan-seruan atas bencana alam dan global warming terpinggirkan. Nasi aking dan antrian atas langkanya minyak tanah terlupakan. Tertimbun dalam kampanye jalan pintas ketenaran dalam sebuah perlombaan mencari idola yang lebih memiliki kesan. Sebuah selubung bisnis miliaran rupiah perputaran uang.

Pencarian bakat-bakat baru dijalankan. Ratusan sampai ribuan orang mendaftar untuk ikut ambil peran. Mengejar fatamorgana pamor secara singkat bak keajaiban. Mengangkat rating satu jam acara televisi yang minim nilai pendidikan. Masih ada lagi masyarakat yang tidak segan mengirimkan ribuan sampai jutaan pesan singkat sebagai bentuk dukungan.

Fenomena ini bukan merupakan sebuah kesalahan atau kegagalan. Hubungan kausalitas yang tercipta adalah efek wajar dari sebuah harapan. Harapan masyarakat negara ini atas kehidupan yang lebih baik dan perekonomian yang mudah-mudahan membaik. Harapan yang disandarkan pada keringat sejumlah orang yang akan muncul menjadi idola baru. Harapan melalui sebuah telepon genggam sebagai pemicu.

Maka telepon genggam tidak lagi berfungsi menjadi sekedar alat komunikasi. Suatu kemajuan teknologi yang awalnya berfungsi untuk menyapa kerabat atau menjaga hubungan dengan relasi. Ia sudah menggantikan fungsi radio, kamera dan bahkan televisi.

Transformasi telepon genggam berjalan seiring dengan perang iklan tarif di baliho jalanan. Perang tarif yang tidak disia-siakan oleh binatang seperti monyet dan kambing untuk muncul menjadi bintang iklan. Sebagian masyarakat menanggapi hal ini secara negatif lewat surat pembaca di sebuah koran harian. Sementara sebagian lain dari masyarakat menyatakan murahnya tarif telepon sebagai sebuah kebohongan.

Satu dari sekian hal yang menarik saat membicarakan telepon genggam adalah bahwa telepon genggam sudah memiliki fungsi baru. Ia mampu merubah nasib seseorang. Ia mampu menentukan apakah seseorang akan menjadi pemenang atau pecundang. Bukan tidak mungkin, suatu saat nanti telepon genggam akan mampu melahirkan pemimpin baru.#

*nada minor, April 2008, FATAMORGANA

1 komentar:

thomassilvano mengatakan...

bener jg niy, ntar pas pemilu gak perlu nyoblos ke TPS niy cuy, tinggal ketik nomor calon spasi partai kirim sebanyak-banyaknya ke 0809. sabhii!!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...