Selasa, 09 September 2008

INSTAN

Zhuge Liang membuka telapak tangannya dan di sana tertulis kata api. Zhou Yu tersenyum seraya membuka telapak tangannya. Kata api yang tertulis di sana membuat Zhuge Liang balik tersenyum. Kedua penasehat militer tersebut mulai tertawa. Langit di Tebing Merah menjadi saksi betapa ampuhnya stategi mereka dan membuat kapal-kapal perang musuh habis terbakar.

Tiada yang menyangka bahwa persekutuan antara keduanya ternyata temporer. Hubungan diplomatik sesaat tersebut harus berakhir akibat ketakutan Zhou Yu atas kepandaian Zhuge Liang. Namun keretakan hubungan tersebut justru kelak dikenal sebagai penyeimbang kekuatan di antara kerajaan Wei, Wu dan Shu. Terciptanya keseimbangan antara Wei, Wu dan Shu inilah yang dikenal dengan sejarah Tiga Kerajaan.

Tiga Kerajaan adalah salah satu bagian sejarah Cina yang bertahan lama ke masa-masa selanjutnya. Nilai-nilai di dalamnya berkolaborasi dalam bentuk dongeng pengantar tidur, cerita pendek bahkan novel, komik, serta permainan komputer atau video game. Tiga Kerajaan menjadi ilustrasi dalam proses pengembangan manusia terutama bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya. Hal ini karena banyak momen sejarah dalam Tiga Kerajaan yang kemudian menjadi panduan apa yang boleh dan tidak boleh dalam berperilaku. Secara umum, cerita Tiga Kerajaan akan membawa pada kesimpulan bahwa tidak ada orang yang selalu baik atau selalu jahat.

Saya masih ingat bagaimana dulu guru sejarah mengajar di depan kelas. Siswa-siswa menjelajahi masa lalu dibayangi suara sang guru yang menjelaskan dengan logat Sumatera yang kental. Sayangnya materi yang diajarkan tidak lebih dari ringkasan sejarah itu sendiri. Akibatnya, saya hanya mengetahui nama peristiwa yang terjadi. Lalu sedikit tokoh penting yang terlibat di dalamnya serta kapan peristiwa itu dimulai dan berakhir. Tugas selanjutnya justru menghapalkannya karena hal-hal tadi akan menjelma sebagai soal ujian.

Tidak ada nilai krusial yang dapat dipetik dalam pelajaran sejarah. Kita tidak pernah tahu apa perasaan Bung Tomo saat berpidato dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Kita tidak mengerti apa perasaan Jenderal Sudirman saat mati-matian melawan Belanda di tengah rasa sakit yang mendera. Lalu apa pula perasaan orang yang mengangkat tandunya. Itu pun jelas perjuangan walau terlihat sekedar mengangkat tandu sang pejuang.

Belajar sejarah di bangku sekolah sekali lagi tidak lebih dari mempelajari ringkasan sejarah. Materi yang terangkum rapi menjelma dalam buku berjudul Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Tidak perlu heran saat generasi yang lahir melalui metode seperti ini adalah generasi yang instan. Generasi yang terpaku pada data mentah dan hasil tanpa mengerti bagaimana sisi-sisi kemanusiaan mengambil tempat dalam proses suatu peristiwa.

Keseluruhan sejarah Indonesia terutama pada saat peperangan melawan penjajah atau menuju proklamasi menjadi sebuah aksi-aksi heroik yang kemudian nyaris mustahil untuk dipahami. Ketiadaan dokumen yang lengkap menjadi kendala tambahan dalam mencoba menguak kepahlawanan.
Generasi instan pun mengabaikan pahlawan nasionalnya dan berpaling pada superhero atau pahlawan super. Tokoh rekaan yang lebih dekat secara emosional karena menawarkan dilema individu dalam balutan kostum yang menarik. Pahlawan yang berjuang di tengah bisnis raksasa penjualan pernak-pernik berlambang dirinya.

Sebagai gambaran, lihatlah betapa Batman sang Kesatria Malam menyedot orang untuk datang ke bioskop. Mereka ingin menyaksikan perseteruan Batman dan Joker dalam melahirkan penjahat baru yang pada mulanya adalah seorang jaksa yang bersih dari korupsi. Belum lagi munculnya Iron Man, Handcock dan serbuan sekuel pahlawan super lainnya yang akan membanjiri bioskop.

Indonesia pun membutuhkan pahlawan super. Pahlawan super berbumbu nasional sebagai substitusi fragmen sejarah yang tergerus perlahan dalam ambisi mengabadikan satu orde. Pahlawan super yang kelak lahir dari goresan tinta anak-anak muda yang tidak memahami betul sejarah bangsanya sendiri. Pahlawan yang akan mengulurkan tangan di tengah rasa putus asa menghadapi Pemilu tahun 2009.#

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...