Home » review » SEBELAS MENIT UNTUK CINTA SEJATI
Selasa, 07 Oktober 2008
SEBELAS MENIT UNTUK CINTA SEJATI
Judul buku : Eleven Minutes (Onze Minutos)
Pengarang : Paulo Coelho
Alih bahasa : Tanti Lesmana dan Arif Subiyanto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Januari 2007
Tebal Buku : 360 halaman
Paulo Coelho sekali lagi menawarkan keberanian sebagai nilai kehidupan yang tidak terikat ruang dan waktu. Keberanian yang dibutuhkan untuk mengikuti kata hati. Mengangkat seks sebagai tema utama, novel Eleven Minutes menjadi sebuah perenungan yang menyadarkan manusia untuk memahami hidup dan menemukan cinta sejati.
Inspiratif memang kata yang pantas untuk menggambarkan novel-novel karya Paulo Coelho. Membaca novel-novel tersebut bagai sebuah introspeksi dan pemaknaan kembali kehidupan. Keberanian menjadi menu utama yang terhidang dalam karya-karyanya. Keberanian menggapai mimpi, keberanian untuk berbeda dan keberanian menantang takdir adalah tema-tema yang berbalut apik dengan cerita yang memikat. Keberanian pula yang hadir sebagai sajian utama dalam novel Eleven Minutes.
Novel ini berkisah tentang Maria yang tumbuh di sebuah kota yang terletak di pedalaman Brazil. Maria seperti kebanyakan gadis lainnya bermimpi bertemu dengan pangeran khayalan, menikah, memiliki anak dan tinggal di rumah yang indah dengan pemandangan ke arah laut. Maria pun beranjak remaja dan mulai merasakan cinta. Bahkan Maria remaja berkenalan dengan seks yang dialami secara tidak sengaja melalui masturbasi.
Berkali-kali jatuh cinta dan patah hati membuat Maria sampai pada kesimpulan bahwa cinta hanyalah sebuah penderitaan. Maria pun bertekad meninggalkan kota asalnya. Setelah berhasil mengumpulkan uang dengan bekerja, Maria berangkat ke Rio de Janeiro untuk berlibur selama seminggu. Dalam liburan inilah secara tidak sengaja Maria bertemu dengan orang yang memberinya mimpi menjadi aktris terkenal di Swiss.
Namun mimpi ini harus berakhir pada kekecewaan saat Maria harus terdampar di Jenewa. Perasaan sendiri di kota asing membuatnya bertekad untuk tidak menyerah pada keadaan. Maria memulai perjuangan untuk menghidupi dirinya. Perjuangan yang membawanya untuk menjual diri dan memutuskan menjadi pelacur selama setahun.
Profesi pelacur memberinya banyak hal. Pekerjaan itu memberinya pemahaman akan laki-laki. Terutama sekali, pekerjaan itu memberinya banyak uang yang akan digunakan untuk pulang ke kota asalnya. Di sisi lain, pekerjaan itu menyeretnya semakin jauh dari khayalan tentang cinta. Maria semakin tersisih dari impian memperoleh cinta sejati. Dalam kesepian yang begitu menyakitkan, Maria bertekad untuk tidak jatuh cinta.
Di tiga bulan terakhir menjalani profesinya, Maria bertemu seorang pelukis bernama Ralf Hart. Untuk pertama kalinya Maria bertemu dengan orang yang memandangnya bukan sebagai objek atau perempuan. Pelukis itu memandangnya secara utuh melalui apa yang disebutnya sebagai cahaya dari dalam diri Maria. Hati Maria pun luluh. Pemahaman dan keyakinannya terhadap cinta mengalami ujian. Maka takdir menantang Maria pada sebuah pilihan. Pilihan itu adalah pulang ke Brazil dan mulai membuka usaha dengan uang yang sudah terkumpul, atau mencoba menyambut cinta sang pelukis walaupun hal itu mungkin merupakan keputusan yang salah.
Hanya Sebelas Menit
Mengangkat seks dalam sebuah novel bukan merupakan hal yang tabu dan juga bukan merupakan hal yang baru. Paulo Coelho sendiri secara gamblang pernah menulis hal tersebut dalam salah satu novelnya berjudul Veronica Decides to Die (Veronica Memutuskan Mati). Salah satu bagian cerita dalam novel tersebut menggambarkan Veronica melakukan masturbasi di hadapan seorang pemuda penderita skizoprenia.
Novel Eleven Minutes sendiri seperti sebuah catatan pengalaman hidup Maria dalam seks. Pengalaman pertama adalah tatkala Maria masturbasi saat kedua orang tuanya tidak ada di rumah (hal 25). Berlanjut pada hubungan seks pertamanya dalam suatu acara kencan di jok belakang mobil pacarnya (hal 28) yang berlanjut lagi beberapa kali sesudahnya. Fase terpenting dalam pengalaman seks Maria adalah saat ia mendapatkan bayaran pertama sebesar seribu franc (hal 74). Pengalaman inilah yang membuat Maria memutuskan untuk menggeluti dunia malam di Jenewa sebagai pelacur.
Hampir mirip dengan tokoh Veronica, Paulo Coelho menempatkan seks tidak semata-mata sebagai bumbu pemanis cerita. Melalui seks-lah Maria mengalami perenungan akan kehidupan. Perenungan yang lazimnya mengganggu seseorang dengan kesadaran adanya sesuatu yang salah dalam hidup. Kesadaran bahwa dalam diri setiap manusia ada rasa takut, kerapuhan dan ketidakmampuan untuk menghadapi dunia. Sebuah kesadaran akan kesepian yang tergambar pada diri Maria. Kesadaran yang terlihat melalui gambaran sosok laki-laki yang menjadi klien Maria atau melalui sosok-sosok pelacur di bar Copabana tempat Maria bekerja.
Novel Eleven Minutes memotret seks melalui pandangan berbagai sudut. Salah satu bab menjelaskan bahwa seks adalah pandangan Plato. Pandangan itu mengatakan bahwa pada awalnya hanya ada satu jenis manusia yang memiliki dua wajah, empat tangan, empat kaki dan dua alat kelamin. Kecemburuan pada dewa Yunani membuat Zeus sang dewa penguasa Olympus memisahkan manusia itu menjadi dua bagian. Terciptalah manusia laki-laki dan perempuan. Namun manusia-manusia itu pun menjadi kacau dan lemah. Maka mereka harus saling memeluk dan menyatu dalam sebuah persetubuhan. Hal ini merupakan upaya untuk memulihkan kekuatan, kemampuan untuk mencegah pengkhianatan serta menjaga stamina untuk menempuh perjalanan panjang dan menjalani kerja keras.
Dalam bagian lain, seks dipahami sebagai sebuah candu untuk melarikan diri dari realitas, untuk melupakan berbagai masalah yang membelit kehidupan atau sekedar sebagai pelepasan. Maria sendiri menentang pandangan ini dengan pemahaman bahwa persetubuhan bukanlah yang utama. Jika seseorang menjalani hidup dengan rasa syukur dan totalitas, maka ia tidak terlalu tergantung pada persetubuhan. Persetubuhan adalah ungkapan gejolak rasa cinta dari dua insan yang menyambut panggilan alam dan merelakan diri untuk lepas kendali.
Dalam bagian lain lagi dari novel ini, seks adalah dua buah versi sejarah panjang prostitusi. Versi pertama adalah gambaran pengalaman Maria yang karena alasan tertentu memutuskan untuk menjual tubuhnya. Namun versi ini menyatakan bahwa pada akhirnya prostitusi adalah sebuah jebakan yang membuat orang menipu diri sendiri. Mereka yang terseret di dalamnya meyakini bahwa merekalah yang mengontrol nasib. Padahal mereka tetap terjerumus karena tidak mampu mencari alasan yang lebih baik.
Versi kedua adalah praktik pelacuran yang sakral selama dua ribu tahun. Versi ini adalah tradisi Bangsa Babilonia yang mengharuskan semua perempuan kelahiran Sumeria untuk pergi ke kuil Dewi Ishtar dan menyerahkan tubuhnya ke pelukan orang asing sebagai lambang keramah-tamahan. Perempuan-perempuan itu pun mendapat upah secara simbolis.
Namun potret yang paling menarik adalah temuan Maria bahwa keseluruhan hubungan seks hanya memakan waktu sebelas menit yang juga menjadi judul novel tersebut. Paulo Coelho pada bagian akhir bukunya mengakui bahwa ia terinspirasi melalui tulisan karangan Irving Wallace. Tulisan tersebut menyebut sebuah buku tentang seks yang berjudul The Seven Minutes. Paulo Coelho kemudian menambahkan hitungan menitnya karena menganggap tujuh menit terlalu konservatif dalam menuntaskan sebuah percumbuan.
Sarat Makna
Keunggulan dari novel Paulo Coelho adalah kekayaan cerita dan hal itu pun tampak dalam Eleven Minutes. Novel ini bagai rangkaian cerita sarat makna yang terjalin dalam cerita utama sebagai benang merahnya. Dengan menempatkan Maria sebagai kacamata pembaca, Paulo Coelho menggugah kesadaran hidup tanpa nada menggurui. Pandangan hidup tersebut disampaikan dalam kalimat-kalimat lugas namun penuh dengan pemikiran-pemikiran yang filosofis. Harus diakui kemampuan pengarang menyampaikan pemikiran-pemikiran yang cukup berat tersebut secara sederhana. Kesederhanaan ini diperkokoh dengan kekuatan karakter tokoh-tokohnya yang semakin mempertegas kekuatan cerita.
Maria yang mencoba memahami hidup melalui catatan-catatan hariannya menjadi cermin bagi pembaca dalam memahami dirinya. Catatan-catatan harian pada setiap bab ini menandai transformasi Maria dan menyimpulkan pergulatan batin serta pandangan hidupnya. Sosok Maria adalah penggambaran manusia yang berusaha menemukan cinta sejati.
Novel ini layak dibaca oleh setiap orang yang terbelenggu dengan rutinitas dan memandang hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai bagian dari rutinitas tersebut. Novel ini secara jujur menggambarkan getir-getir kehidupan Maria yang mungkin saja terjadi pada banyak orang. Bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan gaya Paulo Coelho akan menganggap tema novel Eleven Minutes sebagai sebuah cerita mimpi yang tidak membumi. Paulo Coelho sendiri menyatakan bahwa Eleven Minutes bercerita tentang topik yang keras, sulit dan mengejutkan.
Namun ia melanjutkan dengan menyatakan bahwa ada buku-buku yang membuat kita bermimpi, ada pula yang menghadapkan kita pada realitas. Bagi si penulis yang terpenting adalah kejujurannya ketika dia menulis bukunya.#
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar