sudah jelas
kau pecahkan gelas
meski berdalih tak sengaja
tersandung dari sudut meja
padahal masih ada seteguk
sisa kopi yang pasti nikmat saat direguk
yang hitam membisu menggumpal pekat
menambah racun bagi tubuh yang sekarat
pecahan kaca menggores dalam kata
terucap oleh mulut yang tak lagi menyapa
lalu kau pergi entah kemana
tinggalkan lantai yang mencoba bicara
semasa kau tak kembali
pecahan kaca tetap meringkuk di lantai sepi
namun di atasnya kini
aku menyeret langkah tanpa kendali
nikmati pedih dalam kebohongan pada diri sendiri
bertanya-tanya kapan kau akan kembali
rangkaian doa yang terpanjatkan
mengembalikan jiwaku dari lamunan
menyadarkan tubuh dalam luka
menapak pecahan kaca bercampur air mata
aku tak mampu lagi berlari
hanya duduk diam di sini
memandang waktu menangis seorang diri
mencabut pecahan kaca yang menembus kaki
semoga kau mengerti
dan tidak lagi kembali
semoga kau berkenan
agar aku dapat melupakan
sisa kopi kepahitan
yang terbuang karena gelasnya kaupecahkan
Jakarta, Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar