Selasa, 15 November 2011

WARUNG KOPI


Saya harus meralat artikel saya sebelumnya berjudul Televisi. Pada artikel itu saya katakan bahwa saya menonton televisi hanya untuk menyaksikan siaran langsung pertandingan sepakbola. Itupun hanya jika klub favorit saya Manchester United sedang berlaga. Sebenarnya adalah saya hanya menonton televisi untuk menyaksikan siaran langsung pertandingan sepakbola dan warung kopi. Warung Kopi, sebuah grup komedi.
 
Hanya ada satu kata yang terpikir jika mendengar nama Dono, Kasino dan Indro; legenda. Tiga orang yang tergabung dalam grup komedi Warung Kopi DKI – dikenal pula dengan sebutan Warkop atau Warkop DKI dan sebelumnya Warkop Prambors. Mereka berangkat dari mahasiswa kampus, masuk ke radio, dan muncul di panggung sampai akhirnya ke layar bioskop dan televisi. Beberapa album rekaman serta deretan film bioskop dan judul sinetron telah menancapkan Warkop sebagai salah satu grup lawak terbaik di tanah air.

Sampai saat ini, bahkan setelah personel yang tersisa tinggal Indro, salah satu istilah yang dipopulerkan Warkop masih sering didengar yaitu, “Jangkrik, bos” (film CHIPS 1982). Walaupun setelah Warkop banyak grup komedi bermunculan seperti Bagito, Empat Sekawan, Padhyangan Project bahkan Project Pop, kebesaran nama Warkop terus bertahan. Lawakan yang mengena di kultur masyarakat Indonesia yang majemuk serta sindiran politik yang halus terhadap rezim orde baru menjadi kekuatan Warkop selama lebih dari 30 tahun silam.

Warkop hadir dengan lawakan yang menertawakan orang dengan segala tingkah lakunya. Terkadang tak luput menertawakan tingkah polah mereka sendiri. Lawakan yang mungkin sudah tumbuh di masyarakat dan dibawakan kembali dengan gaya Warkop. Lawakan yang membungkus sindiran ketidakpuasan terhadap pemerintah orde baru, menghadirkannya menjadi senyum simpul bagi yang merasakan kekuasaan rezim tersebut. Mungkin senyum kecut bagi mereka yang sedang duduk di kursi penguasa.

Bagi saya, yang dalam setengah usia mengalami pemerintahan orde baru, tentu merasakan betul sindiran dalam lawakan yang disampaikan Warkop. Saat menulis artikel ini pun saya sedang menyaksikan salah satu film Warkop yang diputar ulang untuk kesekian kalinya di televisi. Meskipun sindiran politiknya mungkin tak lagi mengena dan kelucuannya telah berkurang karena saya telah menontonnya berulang-ulang, film Warkop selalu menghadirkan hiburan tersendiri bagi saya. Baik dulu, sekarang, dan mungkin di masa mendatang saat film Warkop lagi-lagi diputar ulang.#

Jakarta, 20 September 2011

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...